Kenapa nilai rupiah begitu mudah naik turun terhadap dollar? Contoh, saat Krisis Moneter tahun 1998, nilai rupiah dihancurkan oleh para spekulan uang seperti George Soros dengan Quantum Fund-nya sehingga nilainya jatuh dari Rp 2.200/US$ jadi cuma Rp 16.700/US$ hanya dalam waktu 6 bulan?
Karena memang uang rupiah sudah jadi alat spekulasi bagi para pemain valas (Valuta Asing) / Forex. Mereka beli rupiah saat harga rupiah jatuh, dan menjual rupiah saat harga rupiah tinggi. Begitu seterusnya. Rupiah yang stabil nilainya (tidak berubah naik/turun) merupakan kematian bagi mereka. Karena mereka tidak bisa mendapatkan selisih (spread) untuk meraih keuntungan dari jual beli uang.
Hebatnya lagi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk transaksi valas ini amat rendah. Cuma 10% dari komisi broker/penjual valas (Forex Trader). Jika komisi valas non fisik hanya 0,1% (ini lewat Bank / Institusi Finansial), maka PPN nya yang biasa disebut levy hanya 10% x 0,1% = 0,01%. Kecil sekali bukan? Sementara jika kita harus belanja Sembako di Mini Market paling tidak kena PPN 10% dari harga barang. PPN untuk sembako 1000 x lipat lebih besar daripada PPN spekulasi Valas. Adilkah itu?
Harusnya PPN untuk Valas itu minimal 1%. Jadi para spekulan valas tidak bisa semena-mena mempermainkan nilai tukar rupiah. Pemerintah pun bisa mendapat uang yang cukup guna mengendalikan nilai rupiah.
Filed under: Neoliberalisme | Tagged: PPN Valas, Spekulasi Valas | Leave a comment »